Gowes tiga warung di Bandung Utara|Warung Bandrek – Warung Daweung – Caringin Tilu

Sekali gowes tiga venue terkunjungi. Itu target kami ketika di hari Sabtu 15 Desember 2012 harus berangkat pagi-pagi dari Tangerang, Jakarta dan Cikarang. Peserta gowes kali ini memang berasal dari kota-kota di tiga provinsi yang terkenal dengan akronim Jabodetabek.

Misi utamanya adalah mengunjungi tiga venue Bandung utara yang oleh para goweser dianggap sebagai landmark, meeting point, end point bagi acara gowes mereka, yakni Warung Bandrek – Warung Daweung – Caringin Tilu. Kami menganggap bahwa sumberdaya yang sudah kami keluarkan baik waktu, materi dan emosi (dalam rangka pengurusan SIM) akan impas jika kami bisa melibas ketiga venue tersebut.

Misi (sampingan) kami adalah mengocok ulang urutan klasemen dalam tim gowes Ecekeble. Beberapa orang yang merasa kemampuannya sudah terupgrade memerlukan sarana pembuktian yang tidak terbantahkan.

@ Warung Bandrek

@ Warung Bandrek

Mengingat ini adalah gowes terakhir di tahun 2012 kami berharap akan mendapatkan trek yang berbeda dari biasanya. Jauh-jauh hari kami sudah mengulik peta melalui Bikemap, Everytrail, Wikimapia dan Google Maps. Berbagai alternatif rute gowes disodorkan dengan mengambil referensi dari koordinat ketiga tempat tersebut , trip report goweser terdahulu dan reka-reka.

Akhirnya disepakati bahwa kami akan menuju Warung Daweung melalui rute yang tidak biasa. Setelah Warung Bandrek kami akan menyusuri sisi timur tebing Tahura Juanda sampai mentok di tebing Sesar Lembang yang berseberangan dengan Maribaya. Begitu sampai di tebing Sesar Lembang maka rute gowes diarahkan ke timur menyusuri jalan yang sudah terekam di Google Map.

Skenarionya kami akan mendaki menuju ketinggian 1600-an mdpl yang berada di sebelah utara Warung Daweung. Jadi Warung Daweung akan dikunjungi dalam kondisi turunan bukan tanjakan.

View dari ujung tanjakan

View dari ujung tanjakan

Rute yang kami tempuh memang tidak mudah.Tanjakan sambung-menyambung, jalan makadam, jalan tanah, jalan berlumpur, jalan yang terhalang perdu dan semak semua ada pada trek setelah Warung Bandrek ini. Mereka yang berhasil melibas tiga tanjakan maskot pada segmen ini layak mendapat segelas teh botol Sosro.

Setelah tanjakan maskot ketiga ada sebuah tebing berbatu yang agak menjorok. Inilah Tebing Karaton yang sekarang menjadi populer dan tersohor karena memiliki view yang sangat menawan.

Dari tebing ini kita akan dapat menyaksikan Tahura Juanda, Maribaya, Cikidang, Cibodas bahkan Tangkuban Perahu dengan view yang very very beautiful. Beruntung ketika sampai ke tempat ini meski mendung sinar matahari masih bisa menerobos sehingga diperoleh narcist pose yang cukup banyak.

Sebuah tebing di Sesar Lembang

Tebing Karaton di Sesar Lembang

Serpihan surga yang terlempar ke Sesar Lembang

Tebing Karaton – Serpihan surga yang terlempar ke Sesar Lembang

Tebing Karaton - Pemandangan ke arah Tahura Juanda dan Kota Bandung

Tebing Karaton – Pemandangan ke arah Tahura Juanda dan Kota Bandung

Selepas perkampungan yang menjadi lokasi tebing ini maka rute gowes didominasi oleh single track di dalam hutan. Meski sehari sebelumnya hujan tidak turun, rimbunnya pepohonan yang menghalangi sinar matahari membuat kondisi tanahnya masih becek. Bekas-bekas motor trail yang membentuk parit-parit dari ukuran kecil sampai besar menyulitkan kami dalam menggowes. Pangkal-pangkal perdu di tepi jalan yang baru saja ditebas menimbulkan horor tersendiri karena ujung-ujungnya yang runcing pasti akan menyobek benda apapun yang menimpanya.

Sempat ragu-ragu ketika kami menjumpai turunan yang agak panjang di dalam hutan. Keraguan tersebut lama-lama pupus karena kompas menunjukkan arah ke Timur. Rencananya kami akan segera menuju titik tertinggi di belakang Warung Daweung tapi medan yang kami hadapi tidak memungkinkan hal tersebut. Sebuah punggung gunung yang tinggi tanpa ada single track menhadang kami.

Akhirnya setelah mengikuti single track kami kembali mengarah keluar hutan ke arah selatan. Rupanya kami kembali ke arah perkampungan. Setalah bernavigasi secara serampangan akhirnya kami melihat warung Daweung di kejauhan. Meski demikian kami tidak ingin mencapainya dengan rute normal melalui jalan kampung.

Setelah mengaktifkan MPS dengan referensi dua orang moto-crosser kami memutuskan untuk mengambil rute yang lebih gila. Beberapa orang sempat ragu-ragu melihat sadisnya tanjakan yang menghadang di depan mata. Beberapa goweser berinisiatif memberi contoh dengan TTB duluan.

Terbukti tanjakan ini memang sadis. Bahkan dengan TTB pun kami harus berganti-ganti gaya agar tidak kecapekan. Semua referensi gaya yang ada dalam memori kami keluarkan dan coba mulai dari side by side, man on top, wot hingga missionary. Di ujung tanjakan sadis ini beberapa orang mengusulkan untuk menamai tanjakan ini sebagai tanjakan Kamasutra.

Rupanya ujung tanjakan ini bukanlah titik tertinggi. Kami harus mendaki lagi sampai sebuah lokasi yang agak lapang dimana di tempat ini kami sekali lagi mendapatkan view lembah Lembang dengan latar gunung Tangkuban Perahu.

Memandang Lembang dari atas bukit Sesar Lembang

Memandang Lembang dari atas bukit Sesar Lembang

Selepas tempat ini hutan menjadi lebih rimbun dan tanah menjadi semakin becek dan banyak kubangan. Single track menjadi agak lebar sehingga lebih gowesable. Trek ini rupanya populer bagi para crosser. Trek menjadi gembur karena tercangkul oleh ban-ban motor. Di ujung sebuah tanjakan panjang akhirnya kami mencapai titik tertinggi pada rute gowes kami.

MPS diaktifkan. Menurut seorang peladang, kami tinggal turun saja menuju Warung Daweung. Mission is nearly accomplished!

Kami melewati sebuah single track yang licin karena jarang dilewati (ditutup bagi crosser) sehingga tanahnya berlumut. Brukk!! Goweser di depan terlempar dari sepeda karena selip. Ha…3x, beberapa goweser di belakang tertawa. Lalu, brukkk!! Seorang goweser lainnya terlempar dari sepeda. Jalur licin ini memakan dua korban.

Menuju Warung Daweung dari arah hutan pinus

Menuju Warung Daweung dari arah hutan pinus

warung daweung

Ujung lintasan ini berada di percabangan pada sebuah hutan pinus yang sangat lebat dengan tegakan pinus yangterlihat sangat tua. Cocok sekali untuk foto keluarga. Begitu keluar dari hutan pinus ini maka tampaklah Warung Daweung dari arah belakang. Target kami untuk mencapai Warung Daweung dalam kondisi turunan tercapai.

IVD Café alias Warung Daweung memang berada pada tempat yang sangat strategis. Berada pada sebuah punggung bukit yang dikelilingi ladang sayuran dan berlatar hutan pinus rapat memberikan nuansa kontras. Ketika cuaca sedang cerah, jika kita memandang ke selatan maka cekungan Bandung bisa teramati dengan jelas.

@ Warung Daweung 1395 mdpl

@ Warung Daweung 1395 mdpl

Bahkan saat mendung tebal atau berkabut Warung Daweung tetap memberikan keindahan dan eksotismenya. Apalagi jika kita mencapainya dengan perjuangan yang tidak mudah maka semakin terasa nikmat  segala hal yang tersaji di sini. Mulai dari pemandangan, teh panas hingga nasi goreng cantik yang menurut sebagian orang merupakan nasi goreng terenak di dunia.

Nasi goreng ini adalah menu makan siang kami yang waktu santapnya tergeser ke jam tiga sore. Cara penyajiannya menarik. Nasi yang tercetak diselimuti oleh dadar telur tipis lalu diberi topi telur mata sapi yang bentuknya simetris (kuningnya pas di tengah) lalu ditemani oleh sepasukan kerupuk bawang yang mengitarinya. Mak nyuss!!!

Setelah mencapai Warung Daweung ini maka Caringin Tilu menjadi anti-klimaks. Turunan beraspal mulus membuat kami mencapainya hanya dalam beberapa menit saja. Sebenarnya kami hendak melibas Jalur Tamiya akan tetapi karena ngebut maka navigasi menjadi berantakan sehingga jalur masuknya terlewat beberapa kilometer. Di ujung tanjakan Caringin Tilu kami mendapatkan barbuk berupa foto keluarga yang paling teratur posenya.

Antiklimaks @ Caringin Tilu

Antiklimaks @ Caringin Tilu

15 responses to “Gowes tiga warung di Bandung Utara|Warung Bandrek – Warung Daweung – Caringin Tilu

Tinggalkan Balasan ke ida Batalkan balasan